Wednesday, March 4, 2015

Renungan kita hari ini terambil dari Injil Yohanes 1331-38. Tema renungan kita hari ini adalah komunitas murid Yesus. Tujuan dari tenungan kita hari ini adalah untuk mengetahui bahwa komunitas murid Yesus sangat penting dalam proses pertumbuhan iman dan kematangan rohani kita. Kiranya melalui renungan kita hari ini membuat kita semakin termotivasi untuk terus bertumbuh dalam iman kepada Yesus Kristus.

Ini adalah jaman edan di mana orang-orang tidak malu lagi memamerkan perbuatan-perbuatan yang berdosa dan asusila dalam komunitas-komunitasnya dan mengemasnya dengan istilah-istilah 'modern'. Ada komunitas kaum gay/homo, komunitas pekerja seks dan sebagainya.

Dalam dunia seperti inilah Tuhan Yesus membangkitkan komunitas baru, yang kudus dan mampu menerangi dunia yang gelap ini. Setiap hari Ia menyeleksi para pengikut-Nya untuk menjadi murid-murid yang mampu menumbuhkan komunitas baru yang menghadirkan nilai-nilai Kerajaan Allah.

Komunitas baru ini harus mengerjakan satu perintah yang baru pula yaitu: "...supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi" - Yohanes 13:34. Komunitas baru murid-murid Kristus adalah komunitas kasih di mana kasih bukan hanya dibicarakan tetapi dipraktekkan, bukan sekedar teori tetapi menjadi kehidupan yang nyata. Perintah saling mengasihi tersebut baru, bukan berarti mengasihi itu sesuatu yang baru bahkan hampir semua agama memiliki perintah ini, tetapi perintah ini baru karena ada ukuran baru yang dipakai, yaitu "saling mengasihi sama seperti Aku". Tuhan Yesus ingin murid-murid-Nya membangun komunitas kasih yang sesuai dengan kasih-Nya.

Bahasa Yunani mengenal kata eros, philio, storge dan agape. Dalam eros seseorang mengasihi karena ada ketertarikan secara fisik/seksual. Dalam philio seseorang mengasihi karena ada kecocokan sebagai sahabat. Dalam storge  seseorang mengasihi karena ada hubungan darah. Tetapi dalam agape seseorang mengasihi orang lain karena melihat mereka sebagai manusia berharga yang dikasihi Tuhan.

Tuhan Yesus mengasihi kita bukan karena kita sempurna, tetapi karena kita berharga di mata-Nya. Ia tidak rela kita hancur oleh dosa-dosa. Ia ingin kita sampai kepada tujuan penciptaan dan hidup penuh damai sejahtera dengan memberikan diri-Nya menjadi korban penebusan. Bisakah kita mengasihi saudara seiman seperti itu? Mengasihi bukan karena pamrih dan motivasi yang egois, tetapi karena ingin membahagiakan orang lain.

Tuesday, March 3, 2015

Renungan kita hari ini terambil dari 2 Petrus 1:16-21. Tema renungan kita hari ini ialah mengalami firman sejati. Tujuan dari renungan kita hari ini ialah supaya hidup kita setiap hari mengalami kemenangan yang dijamin oleh Tuhan dan firman-Nya.

Banyak pengajaran yang hadir di sekitar kita. Dan tidak sedikit pengajaran itu kelihatannya sangat mulia karena seakan-akan dibangun berdasarkan Alkitab. Tetapi kalau kita tidak waspada terhadap pengajaran yang kita dengar, maka kita dapat saja terseret ke dalam kesesatan. Untuk itu perlu kita mengenali pengajaran yang benar, maka kita akan tahu pengajaran yang menyesatkan. Apakah ciri dari pengajaran yang benar menurut nats kita di atas?

Tidak didasarkan pada dongeng.
Pengajaran yang benar tidak didasari pada dongeng. "Sebab kami tidak mengikuti dongeng-dongeng isapan jempol manusia, ketika kami memberitahukan kepadamu kuasa dan kedatangan Tuhan kita, Yesus Kristus sebagai Raja, tetapi kami adalah saksi mata dari kebesaran-Nya" 2 Petrus 1:16.

Pengajanran yang benar didasarkan pada kenyataan. Ada orang (dalam hal ini Petrus) yang menjadi saksi dari kisah yang diungkapkan dalam pengajaran itu dan bukan suatu kisah yang tidak bisa dicari dalam sejarah. Karena itu, kalau pengajaran yang Anda terima hari ini tidak memiliki pijakan sejarah, maka perlu dipertanyakan keabsahannya untuk menjadi dasar dari iman.

Menguatkan iman.
Pengajaran yang benar akan menguatkan iman kita. "Dengan demikian kami makin diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi" - 2 Petrus 1:19. Pengajaran yang benar bukan saja memiliki pijakan sejarah tetapi juga akan meneguhkan iman dari mereka yang menerimanya.

Kenyataan yang dimiliki oleh pengajaran itu akan meyakinkan setiap orang yang menerimanya bahwa pengajaran itu benar adanya. Pembuktian pengajaran itu dalam sejarah akan meneguhkan setiap pernyataan yang ada dan menjadi alasan untuk menerimanya.

Kalau pengajaran yang Anda terima hari ini justru menggoncangkan iman Anda, maka Anda perlu mengkaji ulang untuk menerimanya. Firman yang sejati adalah berita yang akan mengokohkan keyakinan kita kepada Allah. Itu akan membuat kita semakin mengasihi Allah dan hidup dalam kehendak dan rencana-Nya dalam kehidupan kita. Jadi, selidikilah apa yang Anda baca dan dengar. Jangan biarkan hidup Anda diseret jauh dari Tuhan.

Monday, March 2, 2015

Dalam Kristus kita hidup. Dalam Kristus kita menerima atau memperoleh segala berkat rohani. Dalam Kristus kita memperoleh segala berkat jasmani. Dalam Kristus kita memperoleh segala berkat materi. Renungan kita hari ini terambil dari Injil Yohanes 15:1-5. Tema renungan kita hari ini ialah dalam Kristus. Tujuan renungan kita hari ini ialah supaya kita mengerti status kita dalam Kristus.

Hidup kita dalam Kristus akan mengalami suatu proses yang panjang. Proses yang panjang ini berlangsung selama kita hidup di dunia. Tuhan Yesus berkata: "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah" - Yohanes 15:2. Tujuan proses hidup dalam Kristus ialah supaya hidup kita semakin berkualitas yang berdampak kepada adanya produktivitas atau hasil yang dirasakan oleh orang lain. Hasil yang dirasakan oleh orang lain ini akan berdampak kepada kemuliaan bagi Kristus.

Hidup dalam Kristus, selain mengalami suatu proses, kita juga akan mengalami pembersihan secara rohani. Hal-hal yang tidak berkenan kepada Allah akan dibersihkan. Dan alat pembersihnya ialah firman Tuhan. Tuhan Yesus berkata: "Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu" - Yohanes 15:3.

Hidup dalam Kristus tidak berhenti hanya dengan dibersihkan oleh firman yang dikatakan oleh Yesus. Kita dituntut untuk tinggal di dalam Kristus dan Kristus di dalam kita. Ini merupakan kunci bagai supaya hidup kita semakin berbuah. Tuhan Yesus berkata: "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku" - Yohanes 15:4.

Kita harus tinggal di dalam Kristus. Tujuannya supaya kita tetap mendapatkan suplai makanan rohani untuk pertumbuhan kita dan juga untuk berbuah. Kita tidak akan bisa menghasilkan buah dengan kekuatan kita sendiri. Semua usaha kita akan percuma atau sia-sia kalau kita terpisah dari Yesus Kristus.

Itu sebabnya sangat penting bagi kita untuk tetap ada di dalam Kristus. Menyerahkan diri kita secara total kepada pimpinan dan otoritas Kristus dalam hidup kita. Kebergantungan kita kepada Kristus harus terus-menerus dibangun dengan baik dan benar. Melalui doa, persekutuan, pembacaan firman Tuhan, penyembahan dan kesaksian kita. Baca juga renungan ini: Hidup Sebagai Orang Berhikmat Part 3.
Firman Tuhan Yesus hari ini dalam renungan kita hari ini terambil dari Matius 22:34-40. Tema firman Tuhan Yesus hari ini untuk renungan kita hari ini ialah salib kasih. Tujuan firman Tuhan Yesus hari ini buat renungan kita hari ini ialah supaya kita mengerti tentang makna salib kasih.

Kekristenan digambarkan dengan salib: palang vertikal menggambarkan hubungan manusia dengan Allah dan palang horizontal menggambarkan hubungan manusia dengan sesamanya. Kalau hubungan kita dengan Allah bisa dipertanggungjawabkan, maka hubungan di antara sesama kita pun akan tertata dengan baik.

Untuk bisa memiliki kehidupan yang menggambarkan salib itu, maka kita harus memiliki landasan kasih di dalamnya. Bagaimana kenyataan dari gambaran salib itu bisa terjadi dalam kehidupan kita?

Mengasihi Allah
Hubungan dengan Allah hanya bisa dipertanggung jawabkan apabila kita mengasihi Tuhan dengan totalitas kehidupan kita, yang dimulai dari hati kemudian berlanjut dengan jiwa dan akal budi kita. "Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu" - Matius 22:37.

Kasih yang demikian tidak pernah memperhitungkan apa akibat dari mengasihi itu karena memang itulah tindakan yang harus dilakukan tanpa menuntut sesuatu hasil yang akan didapatkan. Hal yang sama Tuhan sudah lakukan ketika Dia mau mengasihi kita dengan totalitas hidup-Nya tanpa memperhitungkan akibat dari tindakan-Nya itu, sehingga Dia rela sampai mati di atas kayu salib.

Mengasihi manusia
Kalau kasih yang seperti itu kita miliki, maka itu akan memiliki dampak terhadap orang-orang di sekitar kita. Karena kasih kepada Allah akan nyata ketika kasih itu diperhadapkan kepada sesama kita.

Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" - Matius 22:39b. Hal ini hanya akan bisa apabila kita sudah mengasihi Tuhan Allah terlebih dahulu. Sebab tidak akan mungkin kita mengasihi sesama kita kalau kita belum mempraktekkan kasih kita kepada Allah.

Karena mengasihi sesama seperti diri sendiri juga menuntut totalitas seperti kepada Tuhan. Karena bobot dari kasih kepada sesama sama dengan kasih kepada Allah - Matius 22:39b. Kedua kasih inilah implementasi dari kehidupan kekristenan yang sesungguhnya. "Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi" - Matius 22:40. Baca juga renungan ini: Hidup Sebagai Orang Berhikmat Part 2.
Renungan kita hari ini, terambil dari Injil Yohanes 1:12-13. Tema renungan kita hari ini ialah menjadi manusia kasih. Tujuan dari renungan kita hari ini ialah supaya kita menyadari bahwa Allah sudah mengasihi kita. Dan Allah ingin supaya kita juga hidup sebagai manusia kasih. Artinya menjadi saluran kasih bagi orang lain. Kiranya tujuan renungan kita hari ini bisa tercapai melalui sikap dan tindakan kita yang menjadi saluran kasih bagi sesama kita. Biarlah melalui renungan kita hari ini membuat kita semakin hidup menyenangkan hati Allah dengan menjadi berkat bagi sesama.

Allah adalah kasih. Allah bukan sekedar berkata, bahwa Ia mengasihi atau dalam waktu tertentu mengasihi, sementara diwaktu yang lain mungkin tidak mengasihi kita lagi. Allah bukan seperti itu. Kasih adalah hakekat pribadi-Nya, siapa Dia yang sesungguhnya. Maka apapun situasi dan kondisi yang terjadi, Allah tetap mengasihi manusia.

Sang kasih sejati ini menyatakan dirinya menjadi manusia Yesus Kristus untuk menjadi korban penebusan bagi manusia yang dikasihi-Nya. Tidak semua orang bisa menerima fakta dan kebenaran ini, tetapi kita adalah orang-orang yang beruntung karena telah menerima kasih karunia yang membuat kita bisa mempercayai kebenaran, bahwa Yesus telah menebus dosa-dosa kita dengan darah-Nya.

Kita yang telah percaya dan menerima Yesus Kristus mengalami apa yang disebut dilahirkan kembali dan diberi kuasa menjadi anak-anak Allah. Manusia alami yang kita bawa dari orangtua kita yang berdosa sudah ditebus dan kita secara rohani telah diberi 'benih' manusia baru sebagai anak-anak Allah. Tidak hanya secara status di hadapan Allah tetapi kita telah diberi hak dan potensi untuk menjadi anak-anak-Nya.

Ada pepatah mengatakan, sebagaimana bapaknya demikian juga anaknya. Sebagaimana Bapa kita adalah kasih, maka kita sebagai anak-anak-Nya adalah kasih. Dalam diri kita ada potensi kasih yang besar yang Allah taruh dalam diri kita yang baru. Karena sebagai ciptaan baru kita ini lahir dari Allah, berasal dari Allah dan mengenal Allah, maka hidup kita akan memancarkan kasih Allah.

"Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah" - 1 Yohanes 4:7.

Kualitas hidup kita sebagai anak-anak Allah dan sebagai orang Kristen tidak diukur dengan usia, status, lamanya menjadi Kristen, banyaknya pelayanan ataupun karunia rohani yang terlihat spektakuler. Kualitas hidup kita sebagai orang Kristen diukur dengan kasih yang kita nyatakan. Bukankah seharusnya kita sama dengan Bapa kita bukan? Baca juga renungan ini: Hikmat Berasal Dari Tuhan.



Friday, February 27, 2015

Renungan kita hari ini terambil dari kitab Amsal 13:18; 15:5; 29:15. Tema renungan kita hari ini ialah hidup sebagai orang berhikmat. Tujuan dari renungan kita hari ini ialah supaya dalam menjalani kehidup ini, kita selalu menggunakan hikmat yang Tuhan berikan berikan kepada kita. Sehingga apa saja yang kita lakukan dibuat Tuhan berhasil. Penulis Amsal menulis demikian: "Kemiskinan dan cemooh menimpa orang yang mengabaikan didikan, tetapi siapa mengindahkan teguran, ia dihormati" - Amsal 13:18.

Nats firman Tuhan di atas mengkontradiksikan antara orang bodoh yang menerima segala akibat buruknya dengan orang bijak yang menerima teguran bahkan tongkat yang mendatangkan hikmat sehingga ia dapat bertindak bijaksana dan dihormati. Orang bodoh menurut Amsal bukanlah orang yang tidak memiliki pengetahuan tetapi bodoh di sini yakni orang yang tidak mau menerima teguran bahkan menolak didikan.

Orang bijak akan menggunakan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan menjadi pelajaran. Sehingga hal-hal tersebut tidak akan menerima kembali. Tetapi orang bodoh akan mengulanginya lagi karena dia tidak mau menerima teguran dan nasehat sehingga tidak dapat membedakan apakah perbuatannya baik atau buruk.

Tema renungan kita hari ini hiduplah sebagai orang berhikmat, maka hendaklah setiap orang dapat memberikan pengaruh yang baik dan benar. Karena hal itu dapat mendidik orang-orang di sekitarnya, khususnya orang-orang yang berkecimpung dalam bidang pendidikan. Jika kita ingin melihat dan menyaksikan anak-anak kita di rumah dan siswa/i di sekolah memiliki pribadi dan karakter yang terpuji, hendaklah kita memberikan dukungan, pujian, rasa aman, kasih sayang, serta perlakuan baik dengan ketulusan supaya kita menuai anak-anak didik yang memeiliki kepercayaan diri, belajar menghargai sesamanya, dapat mengendalikan diri, bahkan dapat bertindak adil. Dengan melakukan hal itu, kita telah mengajarkan hikmat supaya mereka dapat bertumbuh menjadi orang-orang dewasa yang bertanggung jawab.

Ungkapan yang sering kita dengar 'long life education' menganjurkan kita untuk senantiasa belajar. Tidak ada istilah 'tamat' untuk belajar karena banyak pengetahuan yang belum kita ketahui. Demikian juga dengan hikmat, kita harus terus mempelajari perkataan Tuhan supaya kita berlaku secara bijak dalam hidup ini.

Kita meletakkan semua pengetahuan dan pengalaman kehidupan kita di bawah firman Tuhan agar ia memimpin kita untuk menjalani hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Kehidupan akan berjalan terus dan tantangan demi tantangan akan menghambat perjalanan kita tetapi jika kita meminta pertolongan dan hikmat dari pada Tuhan, maka sama seperti Ia menyertai orang-orang pilihan-Nya, Ia juga akan menyertai kita. 
Renungan kita hari ini terambil dari Amsal 2:6. Tema renungan kita hari ini ialah hikmat berasal dari Tuhan. Tujuan dari renungan kita hari ini ialah supaya kita menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa hikmat itu berasal dari Tuhan. Penulis Amsal menulis demikian: "Karena TUHANlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian" - Amsal 2:6.

Alkitab memberikan penjelasan tentang hikmat setelah peristiwa Salomo memintanya supaya dapat memimpin bangsa Israel yang besar - 1 Raja-Raja 4:29. Ia menuliskan hikmat-hikmat tersebut kemudian dikumpulkan dalam satu kitab, yakni kitab Amsal. Sebagai calon seorang raja, tentu Salomo sudah dibekali dengan segala macam pengetahuan yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai raja.

Namun, ia melihat betapa pentingnya memiliki hikmat dari Allah supaya dapat melakukan tugas dan tanggung jawabnya itu. Hikmat itu memampukan dia bertindak bijaksana dalam menghadapi setiap permasalahan kehidupan dan pemerintahannya.

Tuhan memilih dan mengutus Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir menuju tanah Kanaan. Musa menolak perintah Allah karena ia merasa tidak mampu baik secara fisik karena ia tidak fasih berkata-kata dan juga secara mental karena ia tidak percaya diri. Ia ragu-ragu dan khawatir umat Israel tidak mau mendengarkan seruannya. 

Memang secara manusia atau hikmat dunia tidak ada seorang pun yang dapat melakukan hal itu jika bukan penyertaan Tuhan. Tuhan memberikan hikmat kepada Musa, sehingga dapat memimpin bangsa itu keluar dari Mesir. Banyak tantangan dan pergumulan yang mereka hadapi tetapi Tuhan senantiasa memperlengkapi Musa dengan hikmat-Nya sehingga mampu memimpin bangsa itu.

Tuhan memperlengkapi Paulus dengan hikmat sehingga ia dapat menghadapi masalah dan tantangan dalam pelayanannya. Setelah pertobatannya, Paulus tidak pernah berdiam diri tetapi ia terus menerus memberitakan Injil ke seluruh daerah yang dapat dijangkaunya. Belas kasih terhadap orang-orang berdosa mendorong dia untuk terus bekerja dan melakukan perjalanan pengabaran Injil lebih dari rasul-rasul yang lain. Hikmat dari Allah telah memampukan tokoh-tokoh Alkitab untuk melakukan amanat Allah.

Belakangan ini kita menemukan begitu banyak orang menggemari motivator-motivator bahkan seolah-olah pengajaran dan hikmat mereka lebih daripada firman Allah. Memang tidak salah jika kita mendengarkan perkataan dan pernyataan mereka yang memotivasi tetapi jangan lupa bahwa sumber hikmat adalah Allah sendiri. Marilah kita minta hikmat Allah agar kita dapat menjalani hidup dengan bijaksana.
Renungan kita hari ini terambil dari kitab Amsal 1:7; 15:33. Tema renungan kita hari ini ialah hidup sebagai orang berhikmat. Tujuan renungan kita hari ini ialah supaya kita menjadi orang yang bijaksana dalam menjalani hidup ini. "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan" - Amsal 1:7. Selanjutnya dikatakan bahwa: "Takut akan TUHAN adalah didikan yang mendatangkan hikmat, dan kerendahan hati mendahulukan kehormatan" - Amsal 15:33.

Sebagai seorang yang terkenal dengan hikmatnya, Salomo menyadari betul bahwa hikmat yang dia peroleh berasal dari Tuhan. Ketika ia memulai tugas dan tanggung jawabnya sebagai raja Israel, ia merasa penting untuk memiliki hikmat supaya dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang berat itu.

Ia meminta agar Tuhan memberikan permintaannya itu. Tuhan senang mendengarkan permintaan Salomo karena ia tidak meminta supaya Tuhan memperluas kerajaannya atau hal-hal duniawi yang biasanya diinginkan oleh setiap raja yang berkuasa. Tuhan memberikan hikmat kepadanya lebih dari orang-orang sebelum bahkan sesudah dia. Anugerah dan kepercayaan yang Tuhan berikan akan membawa  seseorang untuk bersikap hormat kepada Tuhan. Perasaan takut tersebut bukan karena jiwanya terancam bahaya tetapi sebaliknya semata-mata karena kesadaran akan kasih Allah sehingga memutuskan untuk tidak mengecewakan Tuhan.

Manusia tidak dapat mencari hikmat karena hikmat itu berasal dari Tuhan. Agar manusia mendapatkan hikmat dari Tuhan, maka ia harus takut dan hormat kepada Tuhan. Awal hikmat adalah takut akan Tuhan, oleh karena itu orang yang tidak takut akan Tuhan tidak akan memiliki hikmat yang berasal dari Tuhan. Takut akan Tuhan berarti kita harus menjaga hidup supaya berkenan kepada-Nya.

Hikmat orang-orang seperti itu akan tampak dari perilaku dan seluruh aspek kehidupannya. Orang yang tidak memiliki hikmat berarti dia tidak dapat menguasai diri sepenuhnya. Dalam menjalani kehidupan ini, kita sangat memerlukan hikmat dari Tuhan supaya kita dapat menghadapi setiap tantangan dan rintangan yang ada.

Lebih dari itu, pengenalan kita terhadap Tuhan hendaknya terus terwujud melalui setiap kehidupan kita, sehingga hidup kita menjadi berkat bagi sesama. Hendaklah tiap-tiap orang meminta hikmat dari Tuhan supaya ia dapat menjalani hidup dengan penuh bijaksana. 
Renungan kita hari ini terambil dari kitab Amsal 1:2-3. Tema renungan kita hari ini ialah tujuan hikmat. Hikmat sangat kita perlukan dalam hidup setiap hari. Hikmat berkaitan dengan keputusan yang akan kita ambil setiap hari. Hikmat juga berkaitan dengan sikap hati yang patut kita jalani setiap hari. Melalui renungan kita hari ini diharapkan supaya kita mendapatkan pemahaman tentang tujuan hikmat dalam hidup kita.

Pada kesempatan ini, renungan kita hari ini akan memberikan pencerahan tentang tujuan hikmat yang terdapat dalam kitab Amsal. Sebagai pembuka dari renungan kita hari ini, kita melihat terlebih dahulu tentang kitab Amsal.

Kitab Amsal dari judul Ibraninya ialah "misyle syelomoh' artinya kumpulan amsal-amsal Salomo. Kitab Amsal adalah kitab panduan bagi hidup yang berhasil. Penulis Amsal dengan gamblang menjelaskan peranan dan fungsi hikmat sebagai pedoman untuk hidup bijaksana. Penulis mengkontradiksikan antara hidup dalam hikmat sehingga memperoleh keberhasilan dengan hidup dalam kebodohan akhirnya menuai kebinasaan.

Hikmat adalah kemampuan manusia di dalam mementukan mana yang baik dan jahat dan dengan hikmat itu pula manusia dapat mengatur diri atau menguasai diri di dalam segala aspek kehidupannya. Hikmat merupakan karunia yang diberikan Allah kepada setiap manusia. Allah memberikan pikiran dan akal budi kepada manusia dan di dalamnya terdapat hikmat Allah. Manusia diwajibkan untuk menggunakan hikmat yang diberikan Allah itu supaya tidak salah dalam mengambil keputusan.

Tujuan hikmat adalah penguasaan diri dalam segala hal dan sebagai wujud nyata dari disiplin rohani seseorang. Hikmat juga bertujuan untuk menyatakan kuasa dan kasih Allah serta dengan hikmat itu pula menyadarkan manusia untuk mendapatkan pengertian dalam membedakan mana yang baik dan jahat. Rev. Stephen Tong mengatakan: "Seseorang yang berhikmat atau bijaksana akan tahu bagaimana menggunakan waktu dengan baik untuk memuliakan Tuhan dan seseorang yang mengenal Tuhan adalah seseorang yang mengetahui bahwa kesementaraannya harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Allah yang kekal. Bijaksana adalah bertindak sesuai dengan pikiran, akal sehat sehingga menghasilkan perilaku yang tepat dan dengan akal sehat itu dapat membedakan mana yang baik dan mana yang jahat".

Hikmat seseorang nampak dari seluruh aspek kehidupannya. Seseorang dinyatakan berhikmat bukan atas pengakuan diri sendiri tetapi pengakuan yang berasal dari lingkungan sekitar, yakni orang-orang yang memiliki hubungan dengan orang tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang dapat mengklaim dan memproklamirkan dirinya sendiri bijak. Bodohlah orang-orang yang menyatakan dirinya demikian.